Tuesday, January 27, 2009

Menjalar-jalar selalu riang kemari, umpan yang lezat itulah yang dicari, ini dianya yang terbelakang

Masih ingat salah satu alunan lirik lagu saat main ular naga ketika masa kecil dulu? :

Menjalar-jalar selalu riang kemari, umpan yang lezat itulah yang dicari, ini dianya yang terbelakang

Dulu, permainan ular naga ini selalu menyenangkan buat gue. Selain karena bisa dimainkan rame-rame, permainan ini akan membuat gue menebak-nebak siapa korban si ular naga berikutnya yang tertangkap.

Tapi sekarang permainan ular naga ini mempunyai makna tersendiri buat gue, khususnya kalau ada satu penyiar yang kena sakit. Soalnya ruang kerja kami terbilang kecil, untuk studio saja hanya berukuran 2x2 m. Belum lagi kami menggunakan 1 mic dan headphone yang sama. Praktis, penularan penyakit akan lebih mudah. Apalagi dengan yang namanya batuk atau pilek yang penularannya akan sangat mudah dan cepat melalui mic (karena alat ini digunakan di seputar mulut dan hidung). Dan as we know, batuk dan pilek adalah musuh besar penyiar, karena kedua penyakit itu langsung menyerang rongga hidung dan tenggorokan yang bisa berakibat fatal dengan kualitas suara. Sementara, suara adalah satu-satunya "dagangan" kami. Hehehe...

Kalau satu orang kena, maka bisa hampir dipastikan akan ada korban berikutnya yang "terperangkap". Lalu berlanjut pada korban berikutnya, selanjutnya dan seterusnya... sampai kita bisa berhenti bernyanyi di bait "ini dianya yang terbelakaaaaaaang........"

Dan penyakit yang menggilir korban ini rupanya tak melulu pilek dan batuk. Lebih dari itu, terkadang sakit demam (bukan demam siaran loh ya...) seperti demam berdarah yang juga bisa ikutan tertular dari satu makhluk ke makhluk lain. Terlepas karena mungkin kita berada di satu tempat kerja yang sama, penyakit demam berdarah juga tengah endemik sejak pasca banjir. 

Temen satu profesi gue, sebut saja Joko. Dua minggu yang lalu dia resmi terkena demam berdarah dan sudah sempat dirawat selama 2 minggu. Begitu dia menunjukkan gejala penyembuhan, eh...giliran temen gue si Lila yang masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama dengan Joko plus hepatitis. Dua hari Lila resmi jadi pasien di rumah sakit, temen gue si Ocha juga terkena gejala demam dan melarikan dirinya ke rumah sakit buat cek up. Next, after 3 sicked persons, kemarin sore badan gue mendadak menggigil dan suhu badan gue menerobos ke angka 39,2 derajat celcius. Karena panik ketularan penyakit yang sama, malamnya gue langsung inisiatif ke rumah sakit buat cek darah. Fyuh...untungnya, katanya so far gue cuma demam biasa. Tapi kalau demam gue gak turun sampe 3 hari ke depan, gue resmi menyandang predikat korban demam berdarah (juga) sama seperti kedua temen satu profesi gue. Yah..hopefully, there is no worse things happen on me!

Seiyanya kalau gue kena DBD juga, berarti emang kantor udah jadi sarang penyakit demam beradarah. Seperti genangan air, bak yang tak terkuras atau sampah yang mungkin juga membeludak tak tertampung. Parahnya, radio gue ini adalah radio yang fokus sekali dengan isu lingkungan. The one and only "eco-radio" of Jakarta. Tapi kalau nih radio justru jadi sarang penyakit, mungkin kita perlu berpikir ulang untuk menjadikannya the only one "eco-radio" of Jakarta. And at last, we need do fogging in this office! yeah...! let's see...

F**Kin' Pop-Up


Dari berbagai hal yang tidak gue sukai saat siaran, ada satu diantaranya yang paling tidak gue sukai: POP UP.
Oke, sepertinya perlu gue jelasin dulu, apa siyh POP UP itu.
Pop Up adalah istilah untuk pesan singkat intra (intra message) yang bisa dikirimkan oleh seantero kantor dan tentunya juga bisa diterima oleh siapa saja (selama dia berstatus online). Mirip feature chatting tapi ini bersi intra chat.
Dan efek yang paling gue benci dari pesan singkat dadakan ini adalah kemunculannya yang tidak pandang waktu dan kondisi. Layar chat yang dikirmkan juga muncul secara tiba-tiba di komputer yang biasa gue pakai buat baca materi. Dan kalau si layar chat ini muncul tiba-tiba (alias POP UP), seringkai menghalangi pandangan gue yang tengah asik membaca materi di layar komputer.

Ok, mending kalau isinya berita yang mendukung isi materi yang lagi gue bawakan. Tapi sumpah, isinya jauh lebih banyak yang gak penting. Biar itu sekedar laporan berita dari reporter ataupun orang-orang yang punya urusan dengan satu orang saja tapi karena malas mencari namanya, dia langsung menggunakan "multi recepients message", which is setiap orang yang sedang online kecipratan pesan POP UP. Dan sialnya kadang isinya bener-bener gak penting. Berikut gue tampilkan beberapa contoh diantaranya:

1. wey! ada kripik singkong hand made nih! yang mau beli, ke meja gue aja ya! (padahal intra chat bukan media buat promosi dagangan. Dan kalaupun gue mau beli, apa iya gue harus langsung melesat ke meja loe dan meninggalkan studio?)

2. Nung...buka intramail donk! (padahal yang bernama Nungnung sedang tidak di tempat dan parahnya semua orang tak ada yang mengaku bernama Nungnung. Akibatnya, si pengirim kembali mengirim pesan yang sama kepada semua orang & cuma buat minta si Nungnung buka intramail)

3. Laporan berita: KPU menolak memberikan penjelasan seputar terjadinya kecurangan di pilkada Jatim bla..bla... (dan info itu sama sekali tidak relevan dengan materi yang gue bawakan: tentang kutub es yang mencair--sangat tidak relevan bukan???)

Dan yang paling gue benci, teramat benci, adalah:
PESAN POP UP yang ngomentarin tutur bicara gue! please deh! buat gue, setiap orang itu berhak dengan gaya bicaranya masing-masing. Toh as long as gue tidak menularkan kebencian, menunjukkan keberpihakkan dan tetap pada etika (seperti yang diajarkan saat training), masih sah-sah aja kok!

Misalnya hari ini. Pas gue siaran pagi, gue membawakan materi kesadaran masyarakat yang minim dalam menjaga kebersihan saluran air. Dan tadi gue menyarankan warga jakarta untuk kembali menjalankan kerja bakti just like before yang lumayan banget buat menambah kekerabatan dengan tetangga dan tentunya meningkatkan kebersihan lingkungan.

Namun ada satu orang iseng yang dengan gatau dirinya malah komentar gak penting lewat pesan POP UP:
Kerja bakti? Mba asal loe dari mana sih? kok masih make bahasa beginian?

Resenya, pesan chat dengan komentar gak penting kaya gitu sering banget menghampiri penyiar yang sedang siaran. And jujurly, hal tsb gak jarang bikin kita mendadak gak pede dan "down" dengan gaya siaran kita (termasuk materi, tutur kata, dll)

Akhirnya selepas siaran tadi gue bertanya-tanya, memangnya apa yang salah dengan kata "kerja bakti"? Bukankah ini kata yang netral dan asli Indonesia?

Lanta kalau bukan menggunakan kata "kerja bakti", kata apa yang harus gue gunakan untuk menjelaskan 'perilaku gotong royong membersihkan lingkungan sekitar rumah bersama para tetangga lainnya'?

haruskah gue berkata:
sudah saatnya warga Jakarta bersama kembali menyingsingkan lengan bajunya untuk membersihkan saluran air dan lingkungan rumahnya.

Wew! panjang sekali bukan? coba bandingkan dengan "KERJA BAKTI"!

Monday, January 26, 2009

another welcome "thing"

Biasanya kalau kita baru dateng atau check in ke hotel, kita akan langsung disuguhi dengan yang namanya "welcome drink". Atau sama halnya dengan seorang tamu penting, seperti artis ternama atau public figure yang baru tiba di suatu tempat. Si " orang penting" itu tentu akan disuguhi sebuah "welcome dance" khas daerah setempat tepat di saat dia baru turun dari pesawat di bandara lengkap dengan kalungan bunga yang disematkan manis di leher. Tapi, sekali lagi... suguhan-suguhan indah itu berlaku kalau memang elo tamu hotel atau seseorang yang memang "diagungkan" dan ditunggu-tunggu kehadirannya.

Namun ingatlah: lain tempat, lain penerimaan dan berbagai reaksi bisa terjadi atas "cara penerimaan" tersebut. Seperti satu bulan yang lalu saat gue keterima di kantor radio ini.

Jangan nuduh kalau gue dikasih welcome drink ataupun welcome dance! karena setibanya gue di kantor untuk pertama kalinya yang gue dapati adalah aroma bangkai tikus yang semerbak di berbagai sudut ruangan. Dan selidik punya selidik, di malam sebelumnya ada tikus mati yang tidak diketahui jejak bangkainya kemudian membusuk dan menyebarkan bau tak sedap. Akibatnya seisi kantor tak betah berlama-lama di dalam ruangan dan terpaksa menggunakan masker untuk mengerami bau tajam milik si bangkai tikus.

Di sisi lain, kalau welcome drink atau welcome dance diiringi dengan senyuman manis dari sang penyuguhnya, maka lain halnya di kantor gue. Berkat "welcome smell" cap tikus, sambil bersalaman tanda perkenalan, semua pegawai lama justru menyambut dengan nyengir yang kepaksa dan sialnya lagi gue gatau itu senyum apa bukan karena mulut dan hidung mereka ditutupi masker! hell yeah!

Sambutan yang seharusnya hangat yang diwarnai ketika lu pertama kali diterima bekerja rupanya cuma mitos buat gue, karena gue disambut dengan bau bangkai tikus dan senyum kecut yang tersembunyi di balik masker. Sementara temen-temen gue yang juga udah pada kerja bilang, kalau mereka mendapatkan sambutan hangat dari semua pegawai lama sambil keliling kantor buat saling berkenalan di hari pertama mereka masuk kerja.

Hmm...dengan sambutan sebau dan sekecut ini, gue bisa menyimpulkan apa yah?

semoga bukan menjadi awalan yang buruk. Yeah, hopefully...

Sunday, January 25, 2009

(bukan) Olga dengan Radio Gaga-nya

Waktu jaman SD dulu gue suka banget baca novel dan nonton film-nya Olga si sepatu roda (kalau gak salah judulnya begini, correct me if i am wrong!). Dan selain bersepatu roda, si Olga ini juga seorang penyiar radio Gaga. Entah, nama radionya memang terdengar aneh ya? Rada mirip salah satu merk kornet kalengan di pasaran. Wakakak...

Gak ada alasan penting yang patut disimak kenapa gue suka sekali dengan karakternya si Olga sang penyiar radio Gaga. Gue suka, cuma karena pas SD itu gue lagi sedang merintis kecintaan gue pada buku dan zaman purbakala itu gak banyak buku yang menarik untuk di baca, kecuali si Olga ini. Belum lagi unsur-unsur dunia remajanya juga kental dan dikemas dengan menarik, lucu dan bahasa yang "bodoh berat" oleh si pengarangnya, Hilman. 

Gue juga mempersonifikasi (kadang-kadang) diri gue ini dengan si Olga yang cuek, santai, cablak dan bereliweran dengan sepatu roda. Apalagi dari dulu gue minta dibeliin nyokap sepatu roda, tapi gak pernah kesampaian dengan alasan paling gak masuk akal "gue nampak aneh dengan sepatu roda". Yah..meski si nyokap gak jelasin definisi "aneh" itu yang bagaimana.

Tapi jujur aja, meski suka bgt dengan si karakter Olga dengan profesi penyiarnya. Gue gak pernah ngimpi jadi penyiar. Gue lebih suka ngayal gue jadi orang terkenal seems like artis, MC, dan tokoh masyarakat yang (barangkali) tampangnya bisa dilihat sejuta umat lewat layar kaca. Sementara jadi penyiar? cuma suara loe doank yang bisa loe pamerin, tanpa mimik wajah dan gestures. Belum lagi banyak orang yang berkilah kalau suara itu seringkali menipu. Artinya, kalau suaranya bagus, belum tentu tampangnya juga "bagus". 

Dan sialnya adalah, gue merasa suara gue kece sekali. Tapi untuk urusan tampang harus gue akui I am not that camera face! wakakak... inilah kenyataan pahit dan harus gue terima. Sekaligus satu kenyataan lain yang harus gue terima :

kalau di usia 22 tahun ini gue resmi menjadi penyiar di sebuah radio swasta Jakarta. Hahaha...