Friday, February 20, 2009

Membenci Mereka Yang (secara tidak langsung) Memberi Saya Makan


Mendekati momen penting (atau sok penting) Pemilu 2009, hampir semua media mulai dari TV, radio, majalah, koran, epaper bahkan ruas pinggir jalan diramaikan dengan beraneka ragam iklan promosi pemilu. Mulai dari caleg yang amat sangat tidak dikenal calon pemilihnya, sampai partai busuk yang masih saja berusaha cari "nama baik" dengan tipu muslihat iklan. 

Ajaib dan cuma ada di Indonesia, Pemilu diikuti lebih dari 40 partai. Disebut multipartai? tidak lagi. Bahkan kini berganti menjadi ULTRAPARTAI. Dahsyat dan (tentu saja) memuakkan.

Setiap jengkal kehidupan umat manuusia Indonesia dipenuhi dengan iklan, promosi, kampanye dan semuanya adalah nama lain dari omong kosong. Loe keluar rumah pasti akan melihat umbul-umbul yang warnanya mencolok dan mengalahkan cat tembok anak TK. Loe nonton TV, sampai muntah lu disuguhi wajah-wajah lama yang ingin beradu memperebutkan kursi nomor satu negeri ini. Loe buka koran atau majalah, loe akan dibuat terkesima dengan setiap kolom yang penuh sesak dengan iklan pemilu. 

Tak terkecuali saat loe pasang radio, tentu media yang satu ini tak mau ketinggalan untuk mengais rejeki lewat iklan parpol. Memuakkan? oh...tentunya. Dan tak ada yang lebih muak selain menjadi orang dibalik meja yang bertugas memutar iklan-iklan sampah itu sampai belasan kali dalam sehari. Sebagai pendengar radio ataupun penonton TV, mungkin loe bisa punya pilihan lain untuk ganti channel. Tapi buat orang-orang di "balik" radio? itu mustahil.

Gue pribadi, jujur aja rasanya udah mual setiap muter iklan sebuah parpol yang cenderung membosankan dan menipu habis jutaan pendengar yang menjadi bidikannya di pemilu 2009. Ini baru satu parpol ya. Karena masih ada iklan dari parpol-parpol lainnya serta capres-capres lainnya yang menitipkan "pesan maut: pilihlah saya" melalui radio gue. Ugh...dongkol banget rasanya denger orang-orang ini berkampanye! Eneg...muak...mual...bosan....jenuh...afek datar...

Tapi akhirnya gue harus sadar, sesadar-sadarnya setelah mendapat tamparan bolak-balik. Kalau memutar iklan-iklan stupid and rubbish itu cuma tugas. Side of my job, part of my being professionalism. 

Sekaligus tamparan keras, kalau gue digaji dari dana iklan yang masuk dan (harus) disiarkan. Tak terkecuali dari iklan-iklan sampah momentum pemilu itu.

Yah...apa mau dikata? semoga gue tidak terendus sebagai sampah (juga).

Tuesday, February 17, 2009

10 Things You Can't Left Behind


Adakalanya sebagai penyiar gue kehabisan bahan atau topik buat materi. Apalagi radio tempat gue bekerja ini mengerucutkan topik tentang isu-isu lingkungan dan turunannya. And as we know, it's hard enough to find that kind of topics. Karena gak setiap hari semua media bahas soal lingkungan dan karena tentu saja politik dan dunia selebritis lebih seksi buat dibidik. Yeah, even honestly semua kerusakan alam yang terjadi di dunia ini adalah karena ketidakbecusan penguasa dan keserakahan pengusaha yang keduanya bertameng di balik topeng politik. That is all.

Singkat kata, karena juga sedang jenuh bahas bencana dan segala media yang gue buka tengah tidak ada yang seru membahas tema lingkungan, akhirnya gue mengangkat topik super biasa. Sangat biasa, mirip dengan bahasan orang normal di luar sana yang selalu butuh hal-hal kecil, konkrit, dan nyata buat dibahas.

Jadilah gue bikin tema interaktif seputar 10 barang yang paling tidak bisa Anda tinggalkan. Dan kalau Anda terlupa membawanya, Anda akan dihinggapi rasa tidak PeDe luar biasa.
Gue mengawali tema ini dengan pengalaman pribadi gue sendiri. Ada satu barang yang paling gak bisa gue tinggalkan, yakni KTP (Kartu Tanda Pengenal). Alasannya sederhana. Dulu waktu bikin penelitian di panti laras (tempat penampungan orang-orang gila yang terlantar di jalanan), pernah ada seorang "pasien" yang katanya saat dirazia tengah tidak membawa KTP hingga akhirnya ia harus digelandang ke panti ini. Selidik punya selidik, rupanya dia bukan seorang gila tapi disangka gila dan terlantar karena tertangkap tangan lagi keluyuran malam-malam dan tak ber KTP. Sejak saat itu, buat gue pamali bgt yang namanya gak bawa KTP karena gue takut hal bodoh bin ceroboh yang serupa terjadi pada gue suatu hari nanti. Oh NO! big NO!

Setelah diawali dengan contoh KTP dari gue, pesan singkat yang masuk ke line interaktif pun membeludak tak seperti biasanya kalau gue bawa tema soal lingkungan dan hal "berat" lainnya. Bahkan 3 page pun tak cukup untuk menampung mereka yang ingin ikutan komentar dan cerita soal satu barang paling gawat kalau sampai tertinggal.

Dari siaran malam kemarin itu gue menyimpulkan kalau kebanyakan orang di luar sana gak bisa tuh lepas dari dua hal : UANG dan HANDPHONE. Well... dua benda yang dari awal memang sudah gue tebak kemunculannya. Setelah kedua benda wajib itu, ada 8 yang paling banyak dijawab mereka. Apa aja?

1. Uang
2. HP
3. KTP (identitas)
4. Sapu tangan / tissue
5. Peralatan mandi
6. Make up stuffs
7. Handuk kecil
8. topi
9. Baju ganti
10. Dan terakhir... ini sungguhan dipilih oleh pendengar: CELANA DALAM (wakksz!#?)

Hey, how about you?

Friday, February 13, 2009

Taste of Music Degradation


Gue baru saja menambahkan satu aplikasi html/javascript buat muter MP3 gratisan dari sebuah situs. Tujuannya ada 2. Tujuan pertama adalah supaya setiap orang yang berkunjung ke blog ini lebih terhibur dengan alunan lagu. Dan tujuan keduanya adalah supaya gue lebih berani mencicipi lagu-lagu baru dengan genre yang berbeda dari biasanya gue perdengar dan perdendangkan (Emo, Gruge, altenatives)

Ketidakmauan untuk mengetahui dan mencicipi lagu-lagu baru (well.. let me say lagu "teranyar" masa kini dengan pemusik baru serta "mainstream" yang semakin mendekati kejenuhan pasar) bisa jadi sebuah boomerang bagi seorang penyiar. Kenapa? ya iyalah...tugas penyiar kan gak cuma dagangin iklan, adlibs, dan informasi tapi juga jualan lagu. Bosen juga kalee kalau pendengar cuma disuguhkan info-info berat tapi lagunya minimalis?

Yah, akhirnya berangkat dari kesadaran untuk juga harus menghibur pendengar melalui musik, jadilah gue sekarang harus rela update lagu-lagu baru lewat radio lain dan TV. Gue juga harus rela menahan diri untuk gak melulu muterin lagu-lagu favorable gue, mengingat target pendengar gue adalah usia 30-40 tahun. Salah-salah muter lagu, mereka bisa kaku dan berlalu!Berhubung radio gue baru berdiri setahun, jadinya music directornya juga belum ada. Alhasil, penyiar dapet satu tugas lagi buat milih-milih lagu selain membawakan berita (dan iklan tentunya--sumber penghidupan kami, wakakak).

So, sejak saat ini gue bertekad memahami isi hati, kepala dan selera musik pendengar meski harus mengorbankan selera sendiri. Soalnya sori-sori aja nih... tiap kali gue on air, ada aja yang request lagunya D'Masiv, Kangen Band, Radja, dan sederet band "mainstream minor melayu" lainnya yang sangat out of my preferer! Kadang suka mau muntah kalau udah ada yang requet lagu-lagu begituan. Tapi demi memuaskan telinga jutaan pasang telinga, apa daya? sesekali harus gue puter juga. Dengan sangat terpaksa. Dan kadang ingin muntah. Dengan sebuah kesadaran juga kalau perlahan selera musik gue agak turun beberapa level. ^_^

Thursday, February 12, 2009

Kali Ini Tentang Pongky Manullang


Gak cuma orang-orang yang kerja di TV atau EO pentas seni aja yang bisa langsung ketemu dengan musisi kawakan. Karena rupanya kali ini, giliran radio gue yang kedatangan musisi. Memang sih biasanya radio gue ini kedatangan "bintang tamu" dari kalangan tokoh masyarakat, penemu, birokrat ataupun tokoh penting lainnya buat dijadikan narsum. Dan jujurly, mendatangkan tamu dari kalangan artis (kalau boleh gue sebut begini) ataupun musisi adalah hal yang terbilang langka. Maklum aja, radio gue ini bukan radio gaul tapi radio lingkungan yang berbasis jurnalistik. fufufu... you ought to know how hard this journalism placed on a radio!

Well, tapi toh akhirnya tim talk show sore berhasil mendatangkan musisi bernama Pongky Manullang yang mampu menyihir jutaan pasang telinga dengan jemari lincah yang mengocok senar gitar. Dengan gaya country yang agak-agak bernuansa "laid down" seperti Jack Johnson, Pongky Manullang berani gue sejajarkan dengan musisi senior Indonesia yang mungkin udah "audible" duluan.

Pongky Manullang selama 3 hari ini menjadi guest star-nya acara talk show sore radio gue. Sayang, bukan jatah gue untuk memandu acara itu plus kesempatan emas bisa mengenal orang se-"music smart" Pongky. Tapi gak papa, kemarin gue sudah cukup puas dengan menjadi produser acara itu. 

Salah satu yang bikin gue cukup kagum pada beliau selain kemampuannya memetik gitar dan mengaransemen lagu retro adalah identitas lainnya sebagai seorang musisi pro lingkungan. Yes, bukannya mau sok-sok an Go Green seperti visi utama radio gue ya... tapi memang He claimed him self as one of eco-musician. Yah, kayak Jack Johnson jugalah, atau kaya U2 dengan icon Bono-nya yang gak pernah mati kampanye lingkungan.

Tapi mudah-mudahan aja, menjadi eco-musician bukan hanya sekadar label untuk "menggaruk" massa baru yang euphoria dengan isu seksi global warming. Karena banyak juga lho musisi-musisi baru ataupun musisi-musisi lama yang mengindustrialisasikan isu seksi global warming sebagai salah satu cara untuk menancapkan panahnya di hati pendengar.

Hey, Pongky! why do you didn't made a concert in our creepy greeny studio?


-Gading, 11 Feb 2009: Listening to Purple Angel by Pongky Manullang-

Monday, February 9, 2009

Ngandong Yuk!

Siapa yang tak kenal dengan andong atau delman?
Kendaraan yang mirip kereta dan ditarik oleh kuda ini masih terlihat cukup banyak di jalan raya ibukota. Tak pandang tempat, tak peduli pada peraturan, andong ini dengan mantapnya menyusuri jalan-jalan besar bersaing ketat dengan ramainya kendaraan bermotor lainnya.
Tak jarang malah, kuda-kuda ini mendapat peringatan keras dari para pengendara mobil dan motor agar segera menyingkir dan tidak menutupi jalan mereka. Maklum, jalan si kuda ibukota tak bisa secepat mobil pun motor, berbeda dengan kuda-kuda "asli" yang masih bisa berkeliaran lincah di padang rumput tanpa perlu takut menabrak atau ditabrak. Tanpa perlu risau ditilang juga.

Jika dilihat dari efisiensinya, andong merupakan salah satu angkutan mobilitas yang terbilang sangat ramah lingkungan. Tak perlu mesin, apalagi bensin. Untuk urusan muatan penumpang, andong pun bisa diduduki oleh 4 orang plus bawaannya. Paling-paling, yang tak lengkap hanya AC (pendingin ruangan) dan kenyamanan karena jalannya yang tidak menggelinding seperti ban mobil.

Tapi kalau kita mau sedikit saja mengalah demi kelestarian alam dan kelangsungan hidup manusia, mungkin delman bisa menjadi pilihan tepat berkendara. Tanpa mesin, tak butuh bensin, nihil polusi. Bahkan kotorannya pun bisa dikantongi untuk kemudian dijadikan adonan pupuk kandang yang bisa menyuburkan pepohonan di taman kota. Satu-satunya asupan mereka juga hanya rumput yang bisa mudah ditemukan dimana saja. Tak perlu khawatir juga bila bodi si kuda terbaret kuda lain, karena bodi mereka tak seperti mobil yang mudah lecet yang bisa menyulut perang di jalanan jika "tergores". Ketika banjir sekalipun, kuda-kuda ini juga tetap bisa menerjang genangan air tanpa perlu risau seperti saat mengendarai mobil yang ketakutan saat genangan di depan mata yang ujung-ujungnya menimbulkan kemacetan panjang.

Bila andong kembali menjadi tranportasi favorit manusia Jakarta, bisa hampir dipastikan lingkungan kita akan kembali tersenyum pada kita. Urat syaraf kita pun mengendur karena tak perlu bersitegang dengan macet ataupun banjir.
So, selain jalan kaki dan bersepeda sebagai upaya nyata dalam menyelamatkan lingkungan, kita ngandooooong yuuuuuk!!!!

Saturday, February 7, 2009

Memutarbalikkan (Fakta) Jam Biologis


Kadang gue iri sama orang yang kerja kantoran dengan jadwal kantoran pada umumnya pula. Let me say about 9am-5pm. Karena mereka masih bisa cari celah mendapatkan sinar matahari pagi atau menikmati sinar senja. Indah bukan? well, at least everything runs normally everyday. Dan gak ada yang bikin gue lebih iri kecuali jadwal libur orang-orang kantoran normal itu yang bisa libur di hari Sabtu-Minggu. Ugh...menyesakkan jiwa sekali, kala melihat mereka leye-leye berjamaah di sabtu siang atau bersama keluarga menonton film kartun di minggu pagi. Alangkah dengkinya hati ini.

Sementara gue? ada hari dimana gue baru masuk kantor jam 3 sore dan baru bisa pulang jam 12 malam. Kadang masuk jam 1 siang trus baru pulang jam 10 malam. Yah, meski gue juga punya jam normal di hari Selasa dan Rabu karena jam kerja di dua hari itu adalah 9-6 sore. Namun di sisa harinya? ok, let me list down:

Senin : 15.00 - 24.00

Selasa : normal

Rabu : normal

Kamis : LIBUR!

Jumat : LIBUR!

Sabtu : 15.00 - 24.00

Minggu : 11.00-20.00


See? bagaimana hati ini tak dengki? bahkan di malam minggu pun, saat semua orang asik berkencan, gue malah bertugas menghibur banyak telinga di luar sana. Ah...
Belum lagi sejak jam biologis gue terbalik sempurna begini, hubungan gue dengan beberapa orang terdekat pun ikut berpengaruh. Misalnya sama my lovely babe, jadwal telpon-telponan baru bisa dilakukan setelah gue sampai rumah, which is di lewat jam 12 malam kalau kebetulan gue lagi dapet jadwal kerja malam. Dan untuk urusan kencan, sekarang jarang sekali bisa dilakukan di malam minggu, kecuali kalau dia yang dateng ke kantor gue pas siaran dan nemenin gue sampai kelar siaran. Atau kalau bisa, diem-diem kita kencan colongan keluar kantor di beberapa jam sebelum waktu gue siaran, hehehe...itupun gak bisa jauh2 dari kantor. Palingan cuma makan bubur ayam cikini atau nonton di TIM sama ke Gramedia. Udah, itu aja...

Tak ubahnya dengan keluarga. Bonyok gue berangkat kerja di pagi hari, sementara biasanya pagi2 gue masih tidur dan baru bangun di siang bolong. Dan begitu gue pulang kantor jam setengah 1 pagi, tentunya bonyok gue udah terlelap manis. Bahkan sabtu minggu pun tak lagi bisa dihabiskan bersama sesering dulu. Huhuhu...mirisnya hatiku...

Beginilah sekarang nasib gue dengan jadwal kerja yang anomali. Hffh...untungnya, sebulan sekali ada rotasi jadwal. Emang pas Februari aja jadwal gue gak ok. Tapi di Maret, hehehe......gue dapet jatah libur di hari Jumat-Sabtu! Dan jarang masuk malam! Asoooy!!

Anyway, yang namanya pekerjaan tetap pekerjaan. Tak ada yang perlu dirutuki. Semuanya adalah bagian dari proses pendewasaan sekaligus pembelajaran menuju profesionalitas.
Kadang gue bersyukur juga bisa dapet libur dimana orang-orang justru pada masuk kerja. Jalan-jalan ke tempat wisata manapun relatif lebih sepi. Nonton ke bioskop pun bisa lebih murah Rp. 5.000,- hehe...

Dan gue jarang bgt ngerasain macet di jalan raya. Selain karena emang rumah gue deket kantor (cuma 13 KM), jam kerja yang serba terbalik itu sangat berlawanan dengan jam-jam macet ibukota. So, praktis durasi tempuh rumah-kantor bisa semakin singkat! Hehehehe...........
Enjoy!!!

Wednesday, February 4, 2009

Koran pagi di "ruang penuh inspirasi"


Kucluk...kucluk...

hari ini gue tiba di kantor. As usual, mata gue langsung sibuk nyari yang namanya koran pagi. Biasanya koran pagi bertengger rapi di tempat biasanya; tempat yang lebih mirip jemuran buat koran, dengan tongkat-tongkat kecil yang menenggerkan koran.

Tapi ajaib, di pagi ini, terbilang lebih pagi dari biasanya karena gue dateng kecepetan, gue tidak menemukan koran langganan kesayangan gue di pagi hari. Gue emang gak hapal semua judul koran langganan kantor gue. Tapi buat Kompas, siapa sih yang gak "ngeh" kalau tiba-tiba dia tak ada di tempatnya?

Pikiran jahat bermunculan. Gue menduga kalau ada orang lain yang dateng lebih pagi dari gue dan "menyantap"nya terlebih dahulu. Pandangan gue langsung menyapu seisi ruangan. Cuma dua kepala di sana yang tengah asik mengetik berita pagi dan tak ada satupun yang tertangkap tangan sedang membaca koran. Meski gatau juga deh, kalau mungkin salah satu dari mereka ada yang fetish sama koran, hahaha.... 

Setelah bosan mencari si koran pagi langganan gue ke segala ruang dan sudut. Akhirnya gue memilih membaca koran tersebut secara elektronik alias diakses dari internet. Meski sebenarnya gue tetep lebih suka bisa megang langsung wujud asli si koran tapi kali ini, apa daya?

Sebelum mengambil tempat di depan meja kerja, gue menyempatkan diri untuk menyeduh secangkir susu coklat panas yang selalu setia menemani pagi gue beberapa hari ini yang didominasi dengan cuaca hujan. 

Sambil asik menyeruput susu coklat dan membaca e-paper, tiba-tiba "panggilan alam" pun tak terelakkan. Seraya bangkit dari kursi sambil sedikit berlari gue menuju toilet untuk memenuhi sang "panggilan alam". Namun alangkah kagetnya, karena rupanya koran pagi yang sedari tadi gue cari-cari bertengger manis di gantungan belakang pintu kamar mandi.

Gokil! siapa coba yang iseng banget pagi-pagi sambil buang air baca koran! Atau jangan-jangan sambil mandi baca korannya? sumpah... antara aneh dan nyebelin bgt!

Emang sih di rumah gue, kadang keluarga gue suka baca koran pagi sambil "nongkrong" di WC, tapi kita gak pernah lupa ngeluarin tuh koran dan menempatkannya kembali di tempat yang seharusnya supaya orang lain bisa baca koran juga.

Tapi ternyata di kantor gue, di kamar mandi alias toilet, koran benar-benar telah mendapatkan "posisi" dan "manfaat"nya tersendiri.

Sambil geleng-geleng kepala gue cuma bisa berbisik:

"dasar...radio jurnalistik! semua jurnalisnya emang udah pada beneran fetish sama koran! sakit jiwa! Bisa-bisa kalau udah bosan dibaca, nasib nih koran cuma jadi pembungkus pembalut bekas! hiiii....."  

Besok-besok, gue tau dimana harus mencari koran kompas edisi pagi. Bukan di jemuran koran, tapi di toilet. Tempat dimana "segalanya" terbuang tanpa perlu merasa malu. Tempat dimana bagi sebagian orang juga mendapatkan inspirasi.